Minggu, 11 Maret 2012

NAK, CERIAMU ADALAH BAHAGIA KAMI [sepotong episode Nafisah Jinan ‘Ismah Mimosa]


Melihatnya tergolek lemah,  aku hanya bisa meneteskan air mata. Wajah bulatnya sepertinya menahan sesak nafas yang membuatnya begitu kesusahan bernafas. Ah, seandainya sakit itu bisa dialihkan kepadaku, aku akan lebih lega, karena minimal tak melihatnya kesakitan.
Nafisah Jinan ‘Ismah Mimosa. Anak tercintaku. Jumat pagi itu harus kami bawa ke IGD PKU Muhammadiyah Solo, karena semalaman sesak nafas hingga tidak mau tidur. Boro-boro tidur, bernafas saja rasa-rasanya butuh tenaga ekstra. Sekedar rebahan saja sepertinya dia tak sanggup. Hanya nangis dan seandainya ‘dia sudah bisa bicara’ mungkin dia akan berkata: “Abi, Umi, dadaku sakit...”
Tapi karena bicaranya masih sebatas, Abah, Mamah, Embah,
Ammah, Maem, Dada, Apa, dan beberapa vokal ‘a’, maka diapun tak mengeluh apapun pada kami. Menangispun hanya sesaat, mungkin ketika sakitnya sudah mulai klimaks. Sebagai seorang ibu, aku rasanya ingin menjerit dan ikut menangis pula. Tapi tatapan teduh suamiku seolah-olah mengatakan: “Umi ga usah panik, dedek butuh ketenangan dari kita...”
Malam itu sebenarnya kami ingin langsung membawa Nafis ke PKU. Tapi aku masih mencoba berfikir untuk membuat buah hatiku tenang. Hampir semalaman suamiku menggendongnya, mendekap erat tubuh mungil itu sambil sesekali wajah cemasnya berkelebat.
Sampai akhirnya bakda shubuh itu, aku tak mau terlambat bergerak. Segera berganti baju dan ku bilang pada suamiku: “Kak, sekarang juga ke PKU ya...”
Suamiku langsung mengiyakan. Bersiap-siap, berganti pakaian, dan tanpa panjang lebar lagi, kami berangkat ke PKU Muhammadiyah Solo. Tubuh mungil Nafis (berat badannya sudah turun banyak) kubungkus rapat, sepanjang perjalanan aku terus memandangi wajah bulat putri pertamaku.
Nafis. Putri kecil yang selalu ceria. Sejak bisa berdiri, dia selalu berdiri di depan cendela ruang tamuku. Sambil tersenyum pada setiap orang yang lewat, sambil bilang “dada...dada...dada....”, ah mataku berkaca-kaca mengingatnya. Putri kecilku yang selalu ceria setiap kali kujemput dari sekolahnya. Putri kecilku yang tak pernah putus asa, tak patah semangat saat belajar apapun dalam fase pertumbuhannya. Tak nangis saat tangannya kejepit jendela saat belajar berdiri, tak ada tangisan saat kepalanya kejedot meja saat belajar merangkak.
Dan sejak 3 hari lalu, ia hanya diam lemas, lemah dan tak banyak bicara. Semata-mata karena menahan rasa sakit di dadanya. Saat kuperiksakan 2 hari lalu, dokter mengatakan Nafis sakit bronkiolitis, sakit infeksi percabangan paru yang disebabkan oleh dahak batuk yang tidak bisa keluar. Aku berkaca-kaca saat dr. Rusmawati mengatakan hal itu. Aku berpikir, penyakit apa ini, kenapa menimpa anakku...
Tapi ketika itu, dr Rusma langsung mengatakan. “Insya Allah tidak apa-apa bu, ini nanti diobati insya bisa sembuh. Tidak perlu terlalu khawatir, karena ini penyakit yang memang biasa terjadi pada beberapa anak kecil.” Akupun bertanya banyak hal, termasuk penyebab, cara mengantisipasi, efek, dsb. Dan aku cukup lega saat kusempatkan membuka google dan me-search­ ‘Bronkiolitis’, sembari menunggu antrian obat di apotik.
Sampailah kami di PKU Muhammadiyah. Masuk IGD, dan Nafis langsung ditangani oleh dokter jaga. Dr Aswin Wikantama, dokter yang bagiku tidak terlalu asing. Setelah dicek sana-sini, (aku cukup tenang melihat gerak cepat dokter dan para perawat yang sangat ramah), dr Aswin mengatakan: “Opname aja ya Pak, Bu. Karena dek Nafis harus rutin di Nebu untuk mengeluarkan dahaknya.”
Kami patuh. Mungkin kami memang lebih tenang kalau Nafis di opname. Kami akan tenang, karena Nafis dalam pemantauan, meskipun kami agak sedih juga, melihat dia sudah di rawat inapkan dalam usia masih 8,5 bulan. Tapi bukankah ini salah satu ikhtiar kami...Allah, kami benar-benar menginginkan anak kami sehat...
Kami pesan kamar, dan tanpa menunggu lama, kamipun sudah masuk kamar. Kutidurkan anak-ku, dan aku menatap suamiku. Suamiku mengatakan: “Sabar ya dek...”
Lagi-lagi aku tak mampu berkata-kata. Apalagi melihat putriku di infus, ataupun diminumi obat. Tapi, kalau kami tidak patuh dengan cara ini, kami semakin khawatir dengan kondisi putri kami.
Hingga beberapa hari, Nafisah kecilku di rawat di RS PKU Muhammadiyah Solo. Ditangani oleh dr Rusma, dan dirawat medis oleh para perawat yang menurutku sangat ramah.
Hari kedua, alhamdulillah Nafis sudah mulai seger, meskipun tetap belum mau maem. Mungkin karena infus yang dipasang di tangan kirinya mulai bekerja, sehingga energi bidadari kecilku sudah mulai pulih. Maklum, Nafis tidak mau maem sejak 3 hari yang lalu, jadi lemesnya pakai banget.
Hari kedua di RS, geraknya sudah mulai aktif lagi. Meskipun belum mau maem, Nafis sudah mau makan pisang, roti ataupun daging giling kesukaannya, meskipun sedikit.
Di hari kedua itu pula, saat energinya sudah mulai pulih, Nafis berhasil melepas selang infusnya. Keinginannya cuma satu, dia ingin turun dari bed, dan merangkak ataupun trantanan di bawah. Namun tak berapa lama, infus itu dipasang kembali di tangan kanannya. Hati ini rasanya tak kuat saat mendengar tangisannya ketika tangan kanannya disuntik oleh perawat untuk memasang infus di tangan kanannya.
Dahsyat. Baru 2 jam, infus di tangan kanannya tidak jalan. Ternyata jarumnya sudah bengkok, karena gerak nafis yang luar biasa. Rupanya energinya sudah pulih. Senyumnya sudah mulai lebar, menunjukkan 2 gigi bawahnya (yang atas baru mau akan tumbuh soalnya, hehe).
Setelah diketahui jarumnya patah, perawat memutuskan untuk melepas saja infusnya karena sudah tidak lemas, selain itu makannya juga sudah mulai mau. Alhamdulilah....satu fase terlampaui, meskipun di kakinya dipasang plat untuk memasukkan obat.
Nafis mulai tampak segar. Sehari akupun harus menyaksikan anakku di Nebu hingga 3 atau 4x. Ataupun d suntik, lewat plat di kakinya. Minum obat oral, dan fisioterapi. Nak, kami hanya ingin melihat keceriaanmu kembali, makanya kami bersabar mengikuti prosedur, agar kau tak lagi kesakitan.
Tiga hari di RS.
Sudah banyak sekali dahak yang dia keluarkan. Lewat muntahan, lewat veses, ataupun lewat ingus. Aku pun sudah mulai agak tenang. Pun banyak sekali saudara-saudara dan teman-teman yang menjenguk, menambah tenang hati ini atas do’a-do’a mereka.
Alhamdulillah, di hari ke-5, dr Rusma menyampaikan, paru-paru Nafis sudah bersih dari dahak, dan dokter mengijinkan pulang. Alhamdulillah....
 Terima kasih Allah...pelajaran ini sangat berharga bagi kami. Mungkin kami belum menjadi orang tua yang berikhtiar maksimal menjaga kesehatan putri kami. Dengan cara ini, Kau ingatkan kami agar senantiasa menjaga Nafis dengan penuh tenaga. Meskipun sebenarnya, selama inipun kami sudah memberikan yang terbaik untuknya. Tapi itu menurut kami, bukan menurutMu....* NAK, MAAFKAN ABI UMI YA...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar